Rahmat Panggilan Membiara
Semua orang beriman dipanggil oleh Allah untuk melaksanakan perutusan Allah. Perutusan kepada sesama, lingkungan, atau masyarakat. Kita semua dipanggil Allah, pertama-tama untuk ikut ambil bagian dalam perutusan karya keselamatan Allah. Kristus diutus BapaNya untuk ikut ambil bagian dalam karya besar, yaitu keselamatan manusia.
Sungguh luar biasa rahmatNya untuk kita semua, kalau dari kita sungguh menyadari, merasakan perutusan itu. Kadang kita tidak menyadari dan merasakan rahmatNya karena diselimuti dengan kegalauan dan kecemasan. Kita tidak berani berpasrah dan bersujud di hadapanNya. Jika berani niscaya Tuhan akan menemani, memberi kekuatan. Kita justru memaksakan kehendakku di hadapan Tuhan, memaksakan keinginanku sendiri. Pengalaman seperti ini justru membuat rahmat semakin tersembunyi bahkan hilang. Segala keinginanku harus dikabulkan, kita tidak mau menyadari betapa kuasa Tuhan sungguh kuat dan dahsyat. Sebenarnya berawal kesadaran ini akan tumbuh panggilan Allah. Mulai tumbuhlah niat-niat untuk menyatukan dalam rencana Allah, dan mulailah mempunyai keinginan masuk dalam sebuah tarekat/ kongregasi.
Panggilan sebenarnya bukan secara nyata bahwa kita diajak oleh Allah, dipaksa oleh Allah, namun muncul dari kesadaran diri di hadapan Allah. Jadi Jika kesetian dan niat terus dibangun bersama Allah, panggilan akan berlangsung langgeng dan berjalan lancar. Membangun kesetian itulah yang kadang kurang kokoh/ kuat sehingga terpaan sedikit saja bisa menghancurkan segalanya. Pengalaman yang sungguh luar biasa, jika kita mampu mandiri, membangun apa yang menjadi kekuatanku masing-masing. Akhirnya itulah yang kita sebut kedewasaan panggilan.
Semakin kita tekun merefleksikan hidup, akan semakin kuat dalam menghadapi tantangan dan rintangan dalam menjalani panggilan hidup. Bahwa keimanan yang kita bangun akan membuat kita berkobar-kobar dan berbuah. Buah keimanan akan memancar dalam perilaku kehidupan kita. Karena iman akan mengubah masa yang sulit dan pahit akan berubah menjadi berkat, bahkan berkat itu tidak hanya milikku tetapi juga akan memancar untuk orang lain. Berkat kedewasaan iman akan membantu orang lain menangkap cinta dan kasih Allah. Pribadi yang tangguh akan pewartaan kepada orang lain, bahkan memberi kesaksian akan kesetian Kristus kepada BapaNya dalam perjalanan hidupNya, yang sungguh manusiawi. Kehidupan Kristus sungguh mengenal pahit dan manis, suka dan duka. Iman kita yang kuat justru memancar pada saat kita menerjang badai dan ombak kehidupan bukan pada saat riang gembira.
Membiara tidak bisa diukur atau dipertanyakan manfaat atau gunanya bahkan untung -ruginya, tetapi suatu rahasia karya Tuhan yang seharusnya diserahkan kepada Tuhan dan diterima dalam terang iman. Bagaimanapun hidup manusia mempunyai kekurangan dan kelemahan dalam melaksanakan cita–cita Kristiani, tetapi marilah hidup dalam inspirasi iman yang tulen. Sehingga tidak bisa memperhitungkan untung atau rugi dalam menjalankan panggilan Allah tersebut. Kita hanya sekedar menjalankan perutusan yang diberikan Tuhan sebagai wujud cinta kita kepada Allah, yang sungguh mencintai dan memelihara hidup kita.
Lalu kadang kita bertanya upahnya apa dengan membiara, dengan panggilan kita? kebahagiaan dan surga bukan urusan manusia dan belum ada bukti konkret yang memberikan jawaban bahwa surga yang dimaksud sungguh nyata bagi kita. Namun baiklah untuk membantu menjawab pertanyaan ini, Tom Jacobs dalam bukunya, ”Hidup Membiara dan Tantangannya”. Bahwa hidup membiara tanda kerajaan Allah yang belum datang sehingga jelas dan nyata bahwa kerajaan surga belum ada pada kita sekarang ini. Justru kerajaan Allah belum datang sepenuhnya maka kita sebagai biarawan masih terus berusaha berdoa, “Datanglah Tuhan Yesus (Why 22: 20)… dan kerinduan akan Yesus yang akan datang kembali (Kis 1 : 11) Justru kerinduan akan datangnya surga inilah diungkapkan dalam bentuk kaul-kaul. Kita merindukan cinta kasih Kristus yang sempurna. Kaul-kaul kita sebagai tanda kepercayaan akan hidup yang mengatasi hidup di dunia ini, andaikata kita hanya berharap pada Kristus untuk kehidupan di dunia ini saja maka kita adalah orang yang paling malang diantara sekalian manusia (1 Kor 15: 19). Jadi kita sungguh-sungguh sebagai tanda pengharapan akan kehidupan yang akan datang. Bahwa kebangkitan orang mati dan akan hidup di akhirat (eskaton ).
Kaul sebagai tanda/ cara mengekspresikan iman bahwa hidup di dunia ini tidak mempunyai arti lagi, karena hadirnya keegoisan, kesombongan, keangkuhan, kerasnya dunia dsb, maka dengan kaul ini diharapkan dapat menghadirkan tanda keselamatan/ kebahagian bahwa kehidupan yang akan datang sungguh abadi dan mulia. Kaul sungguh sebagai tanda sikap menanti datangnya keabadian dan kebahagian. Yang menjadi pertanyaan kita, serius atau tidak kita sebagai religius? Jika serius pasti orang yang dilayani akan mendapatkan dampak yang baik dan merasakan aman dan bahagia. Karena sungguh hadir memberikan kesaksian akan datang dan adanya pengharapan. Proses kerinduan religius inilah yang sungguh diperlukan supaya dapat menghadirkan pengharapan bagi yang putus asa dan tertindas. Memberikan pengharapan tidak harus berupa materi tetapi dukungan/ kehadiran, memotivasi. Orang yang dilayani akhirnya bisa mempunyai pengharapan yang penuh, sehingga kerinduan terus ada dalam hatinya/ pribadinya untuk hadirnya surga.
Keselamatan belum ada pada kita tetapi hanya pengharapan. Keselamatan berarti kita masuk dalam kemulian Ilahi, sama seperti Maria dan Yesus. Yesus pun didorong Roh Kudus untuk selalu taat sekalipun itu harus menderita (Ibr 5;8). Sungguh pun Yesus itu Putera Allah, Ia harus mencari jalan kepada Bapa melalui kegelapan maut, “Allah Ku, Allah Ku mengapa engkau meninggalkan Daku (Mat 27: 46)”, begitulah Ia berseru dalam kesepian wafatNya, Ia yang tak kenal dosa dijadikan dosa bagi kita. Yesus harus melalui kegelapan maut untuk memasuki kemuliaan Ilahi. Yesus baru menjalankan fungsi IlahiNya setelah kebangkitanNya dalam tubuh manusiawiNya. Tubuh insani Yesus diilahirkan sampai menjadi tangan kanan Bapa untuk mengutus Roh Kudus dan dicurahkan kepada manusia (Kis 2:33). Dan Roh yang diutus Yesus itulah yang akan menghidupkan tubuh kita, juga keselamatan baru datang pada saat kebangkitan. Syarat mutlak kebangkitan adalah hadirnya Roh Kudus. Kita harus mencapai maut untuk mencapai keselamatan hidup ilahi.
Kaul sebagai Penyerahan
Kaul pokok religius pada dasarnya sebagai bukti penyerahan diri, makanya keperawanan sebagai wujud cinta kasih yang sempurna karena melulu hidup bagi Kristus. Oleh karena itu harapan kita setelah menyerahkan berarti mengharapkan segala sesuatu dari Kristus. Dengan kaul kita tidak mau mengusahakan kebutuhan hidup sehari-hari sendiri.
Penyerahan diri ini berupa pengharapan dan ketaatan. Pengharapan berarti meninggalkan semua barang duniawi sebab rahmat Kristus sudah cukup sehingga kaul sebagai tanda penyerahan kemauan sendiri kepada Kristus, “Jika hendak sempurna jual segala milikmu… kemudian marilah ikut Aku” (Mat 19:21). Bagitu ekstrimnya mengikuti Kristus sehingga Paulus pun sampai meyampaikan kepada kita bahwa, ”segala-sesuatu kuanggap sampah hanya karena ingin mendapatkan Kristus dan hidup di dalam Dia” (Fil 3: 8-21). Maka Tidak beristeri supaya berkenan kepada Allah dan tidak memikirkan barang duniawi. Demikian orang tidak bersuami dan perawan hanya memperhatikan perkara Tuhan supaya kudus, baik tubuh maupun rohnya (1Kor 7:32-34).
- Bruder Albinus Supriadi, BM