Menjadi Keluarga Kontras

Keluarga-Keluarga Katolik terkasih, semoga Anda sekeluarga mengalami kasih karunia Allah bersama seluruh keluarga di masa kebersamaan ini. Semoga saat istimewa ini kita pakai bersama untuk membangun quality time yang rohani. Persatuan dalam keluarga jika disempurnakan dengan doa bersama akan menjadi relasi spiritual berkualitas antar anggota keluarga.

Keluarga Kontras maksudnya adalah keluarga yang berani “menjadi lain” yang tetap memelihara nilai-nilai luhur kekerabatan, hidup doa, hormat, etika dan etiket, serta berbudaya hangat (afektif) dalam hubungan dengan anggota keluarga lain. Sementara yang lain hidup “sendiri-sendiri” dan miskin komunikasi, keluarga kontras mampu menjadi garam dengan tetap menunjukkan cara hidup yang berbeda, yang normal, yang manusiawi, dan yang “Indonesia”. Kemerosotan nilai-nilai moral dan manusiawi serta tradisi dapat disebabkan karena banyak orangtua hanya mengejar “kehebatan” akademis, sehingga menyerahkan begitu saja pendidikan putra-putrinya pada institusi (sekolah) yang maju ilmu pengetahuannya, tetapi “miskin hidup rohani”. Sekolah yang hanya menjadikan anak-anak mahir berbahasa asing semakin menjamur. Sekolah yang makin menjadikan anak-anak menjadi semakin berperilaku global lebih menjamur lagi. Gaya hidup modern menjadikan sekolah makin mahal tapi miskin budi pekerti dan nilai-nilai. Keluarga-Keluarga Katolik yang baik, saya percaya Anda tetap memperhatikan hidup rohani seluruh keluarga. Saya percaya bahwa masih banyak orang Katolik yang beriman baik dan tetap menjaga imannya. Meskipun demikian, “serangan” informasi dari berita, pengetahuan, jejaring sosial, sampai isu-isu perdetik, membuat keluarga kita kurang berdaya mengatasi hidup ini. Kita ingin anak kita beriman dan berbudi luhur, tetapi mereka menerima beban hidup modern yang membuat “senang” dan “lebih mudah”, dan melupakan kekuatan tradisi yang terbukti lebih manusiawi dan diterima semua usia. Kita ingin agar anak-anak tetap “melek informasi” dan modern. Kita pasti membutuhkan anak-anak yang makin mahir berbahasa asing dan paham teknologi terkini. Kita tidak mungkin membendung rasa ingin tahu dan ingin berjejaring dari anak-anak kita, atau bahkan kita sendiri sebagai orangtua. Biarpun demikian, kita lebih ingin anak-anak kita tidak “ketinggalan rohani”. Kita rindu melihat anak-anak yang pandai, tetapi tetap tahu “sopan santun”. Kita pasti ingin anak-anak menjaga tubuh mereka agar tidak terlilit tren seks bebas di antara temanteman mudanya. Jangan membiarkan iblis bekerja semakin giat untuk memeluk anak-anak dan pasangan kita ke dalam dosa yang lebih dalam. Jangan biarkan informasi palsu merusak keluarga kita sehingga Firman Allah menjadi olokolokan dan tidak trendy . Saya dan Anda tentu mempunyai kerinduan yang sama: ingin keluarga tetap menjadi persembahan yang baik buat Tuhan. Kekuatan jahat hanya bisa dikalahkan oleh KASIH dan KOMUNIKASI. Lihatlah Allah yang adalah kasih (bdk. I Yoh. 4:8) tetap menyertai kita. Meskipun demikian, kita tetaplah anak anak dunia yang dipengaruhi dunia begitu rupa, sehingga dapat melupakan Allah dan bahkan melupakan-Nya. Kasih Allah menjadi kurang berguna karena kelalaian kita. Dunia mengarahkan kita untuk semakin melupakan Allah, sebab kita hanya mengandalkan akal sehat yang terbatas. Jangan menjadi bodoh, hanya karena kita melulu mengandalkan kekuatan sendiri. Ketika sebuah keluarga memberi waktu untuk berbicara tentang iman, maka seluruh keluarga akan lebih beriman. Meskipun tidak selalu mudah, tetapi jika “sharing iman” menjadi kebiasaan di dalam rumah, maka semua tidak akan mengalami gagal rohani . Orangtua yang dengan tulus mendengarkan pengalaman anak-anaknya hari itu, pasti dapat lebih menyemangati mereka. Apalagi jika ia mengajak anaknya berdoa kepada Tuhan, tentu hidupnya akan semakin utuh dan lengkap. Rajinlah menegur dengan sopan dan hormat pada anak-anak atau pasangan. Teguran bisa mengenai apa saja, tentang hal sehari-hari, tentang kebersihan tubuh, menjaga tubuh, kebersihan lingkungan, pergaulan, berdoa, disiplin harian, sampai disiplin menghadiri acara keluarga dan makan bersama. Saya percaya hal itu tidak sulit, jika Anda menginginkan dan mengaturnya dengan lembut dan disiplin. Jangan mudah memberikan toleransi pada hal yang wajar, seperti mengucapkan terima kasih, makan bersama, atau memberi salam kepada orang yang lebih tua. Semoga saat-saat istimewa tetap menjadi “saat rohani” untuk Anda sekeluarga. Semoga makin banyak anak-anak yang pandai secara akademis, juga pandai secara rohani dan emosinya. Semoga makin banyak anak-anak kecil dan remaja yang sopan berbicara dan pandai bergaul serta mengatur hidupnya. Semoga Allah digembirakan dengan banyaknya keluarga kontras di Keuskupan Agung Jakarta ini. Jangan cuma menambah orangorang pandai, tetapi didiklah manusia yang utuh. Selamat berjuang dan menang bersama Allah.

  • Salam Keluarga Kudus n Alexander Erwin S, MSF Ketua Komisi Kerasulan Keluarga KAJ 

You may also like...

Paroki Jagakarsa

Paroki Jagakarsa