SATUNYA KATA DENGAN PERBUATAN
Sabtu 22 Agustus 2020
Renungan sabda Allah. (Matius 23:1-12)
Ada banyak ragam karakter orang, salah satunya adalah munafik. Setiap orang, sedikit banyak mempunyai sifat munafik ini. Terpulang pada setiap individu apakah ia menyadari kemunafikannya dan apakah mau menghilangkannya. Di Indonesia, dalam tahun-tahun belakangan ini, dikenal istilah populer “pencitraan diri”. Ini merujuk pada seseorang yang selalu ingin terlihat orang, terutama ia sendiri, akan berbuat baik; berjanji ini dan itu untuk menyenangkan hati orang. Namun pada kenyataannya, ia tidak berbuat sesuatu apa pun atau sekiranya iya, hanya berbuat seadanya. Untuk ini ada pepatah yang sangat populer: Berkata Itu Lebih Mudah Dibanding Bertindak.
Dalam Injil hari ini Yesus mengkritik orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang lebih suka berkotbah daripada melakukan apa yang mereka katakan. Yesus tahu bahwa mereka hanya ingin mencari pujian dari orang-orang; seperti duduk di tempat-tempat terhormat dalam perhelatan-perhelatan dan di rumah-rumah ibadat, berdoa dengan tali sembahyang yang lebar dengan jumbai, dan suka menerima penghormatan di pasar-pasar dengan panggilan rabi. Yesus melarang orang-orang dan para murid menuruti apa yang mereka lakukan karena semua itu hanya mereka lakukan untuk mendapatkan penghormatan. Mereka benar-benar orang munafik. Yesus pernah berkata: “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.” (Mat 6:5)
Permasalahannya ialah bahwa mereka hanya mengatakan tetapi tidak melaksanakannya. Yesus memperingatkan para murid dan kita juga agar ada kesatuan antara perkataan dan perbuatan. Mereka mengetahui benar hukum-hukum tetapi tidak mempraktekannya. Mereka juga tidak menggunakan pengetahuan mereka untuk mengurangi beban yang dibebankan pada orang-orang. Mereka melakukan segala sesuatu hanya untuk mendapatkan pujian. Mereka seperti memakai topeng untuk menutupi keburukan mereka sendiri. Mereka ingin dipanggil guru, pemimpin, dan lain sebagainya yang sebenarnya tidak patut karena sesungguhnya semua orang adalah sesama saudara. Yesus memperingatkan dengan berkata bahwa yang terbesar ialah mereka yang menjadi pelayan bagi sesama, dan barang siapa meninggikan dirinya akan direndahkan, dan barang siapa merendahkan dirinya akan ditinggikan.
Orang-orang Farisi adalah orang-orang yang sungguh-sungguh menekuni Kitab Taurat dan melaksanakan setiap titik hukum agar mereka tampak berkenan kepada Allah, namun mereka salah mengartikan dan menggunakannya hanya untuk memperoleh pujian dan penghormatan. Kata “Farisi” sendiri berarti “menjelaskan” karena mereka merasa lebih mengerti tentang Kitab Suci daripada orang-orang lain sehingga mereka merasa bahwa mereka adalah orang-orang yang saleh. Refleksi bagi kita: apakah kita juga cenderung lebih suka obral kata-kata ideal, lebih-lebih yang terkait dengan iman, tapi tidak melakukannya?
Renungan oleh Pak Chris Nugroho
Seksi Katekese PJGRR